Bualkan.com,_Bupati Rokan Hilir, H. Bistamam, menghadiri prosesi pengukuhan pengurus Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) di Balai Serindit, Pekanbaru, Rabu (30/7/2025).
Kehadiran orang nomor satu di Rohil ini merupakan komitmen pemerintah daerah dalam mendukung eksistensi FKPMR sebagai garda terdepan perjuangan marwah Melayu Riau.
Ketua Majelis Pemuka Masyarakat Riau, Dr. drh. H. Chaidir, MM, menyampaikan orasinya yang menekankan pentingnya kontribusi intelektual dan moral dari para tokoh Melayu dalam menjaga keberlanjutan identitas budaya di tengah kemajemukan masyarakat Riau.
Ia menegaskan bahwa realitas demografis saat ini menunjukkan bahwa etnis Melayu hanya berjumlah 34 persen dari total populasi, selebihnya diisi oleh komunitas Jawa, Batak, Minangkabau, Tionghoa, Banjar, dan Bugis—suatu konfigurasi yang memperkuat status Riau sebagai entitas multietnis dan heterogen.
"Kita harus meninggalkan warisan nilai kepada generasi penerus. Jika para pemuka masyarakat Melayu memilih diam dan tidak menyumbangkan pemikiran strategisnya untuk masa depan anak cucu, maka bersiaplah budaya Melayu hanya akan menjadi bagian dari catatan sejarah," tegas Chaidir.
Ia menambahkan bahwa FKPMR, sebagai forum yang mewadahi aspirasi moral dan sosial masyarakat, memikul tanggung jawab besar dalam merumuskan kebijakan sosial, ekonomi, politik, dan hukum yang inklusif namun tetap berakar pada kearifan lokal.
Lebih lanjut, Chaidir dalam pidatonya mengajak Bupati H. Bistamam untuk membuka ruang diskusi yang lebih intensif dengan masyarakat Melayu di Rokan Hilir, guna merumuskan langkah-langkah afirmatif bagi penguatan eksistensi etnis Melayu di wilayah pesisir yang secara historis merupakan salah satu episentrum peradaban Melayu di Sumatera.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Majelis Kehormatan FKPMR, Brigjen TNI (Purn) H. Saleh Djasit, SH, menyampaikan kilas balik perjuangannya bersama tokoh pejuang Riau Merdeka, Almarhum Tabrani Rab. Ia menegaskan bahwa gagasan Riau Merdeka bukanlah bentuk pemberontakan, melainkan perjuangan konstitusional yang dilandasi keinginan agar daerah memiliki otonomi dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya.
"Ketika saya menjabat sebagai Gubernur Riau di era reformasi, seluruh aspirasi rakyat saya perjuangkan dengan kerangka hukum yang sah. Kita ingin pusat hadir, bukan hanya mengatur, tetapi juga berbagi secara adil melalui skema bagi hasil, terutama dari sektor migas," ujarnya.
Dukungan terhadap revitalisasi FKPMR juga datang dari tokoh-tokoh senior seperti Azlaini Agus dan Mukhtar Akhmad, yang diminta duduk dalam Dewan Pakar.
Djasit menyebut keberhasilan perjuangan pengambilalihan Blok CPP dan Dana Bagi Hasil (DBH) sebagai salah satu buah dari konsistensi gerakan ini.
Ia menegaskan pentingnya FKPMR sebagai kanal aspirasi masyarakat Riau yang selama ini terpinggirkan oleh sistem sentralistik. Pengukuhan yang diikuti oleh hampir 200 tokoh masyarakat dari berbagai latar belakang ini, diyakini akan memperkuat posisi FKPMR sebagai aktor strategis dalam memperjuangkan kepentingan lokal, baik pada tataran kabupaten, provinsi, hingga nasional.
Dalam konteks historis, sebagaimana dicatat dalam buku Jejak Historis FKPMR karya Azlaini Agus, forum ini lahir pada 21 Juni 1998 sebagai respons atas marginalisasi struktural yang dialami masyarakat Riau sepanjang era Orde Baru. FKPMR kemudian berkembang menjadi simpul perjuangan moral dan politik para akademisi, adat, dan profesional Riau yang mendambakan keadilan distributif serta pengakuan identitas budaya dalam peta nasional.